oleh: Luthfi Kurniawan
Kelompokku yang bernama imut-imut jalang timpang dihajar kelelahan. Digoda rasa kantuk. Salah satu dilemahkan dengan suhu badan tinggi. Yang bersuhu tubuh tinggi, Kartika; tetap bertahan dengan memutar dua musik bergenre hip hop. Satu diputar melalui earphone dan satu lagi diputar melalui loudspeaker. Dia tidak mabuk, tapi lagaknya seperti orang mabuk, sesekali dia berbicara ngasal, merapal kata-kata yang kadang tak jelas ujung pangkalnya. Matanya sayu, bibirnya pucat, rambutnya acak-acakan diamuk macet berkepanjangan setelah mengambil baju kebaya di suatu tempat. Dia nyaris rubuh. Ini hanya masalah waktu sampai dia tertidur lalu tepar esok hari.
Lain lagi dengan dua anggota kelompok lainnya. Fauziah meski juga pucat dia tetap bertahan dengan memoles lipstik merah di bibir. Berarti dia tidak memiliki sakit, hanya berwajah pucat. Tidak masalah, Fauziah akan bertahan. Aku tidak usah khawatir.
Hara juga masih bertahan, anggota kelompok satu lagi yang duduk di luar. Mamakai kaos v-neck berwarna kuning, jaket jurusan ilmu komunikasi warna biru tua, celana jeans pendek dan sepatu kets santai berwarna abu-abu. Dia masih bugar. Untunglah begitu, kelompokku tidak terlalu timpang meski dia belum mengerjakan apa-apa untuk kelompokku malam ini.
“Na-na-na-na”, Kartika; anggota kelompokku yang paling memprihatinkan kondisinya tiba-tiba bersenandung dengan suara kecil. Sesekali dia menertawakan dialog yang sedang diseleksi untuk tugas pembuatan film kami. Sesekali dia juga menyanyikan lagu yang didengarnya dengan suara cempreng.
Ikhsan tampaknya masih bugar. Dia tengah banting tulang memotong adegan-adegan tak berguna dari video kami. Itu bagus, karena dia tulang punggung tim ini jadi tak boleh rubuh. Ikhsan adalah video editor dan sutradara dari film kami. Dia krusial.
“Ha-ha-ha-ha! Muka kalian sama!” ujar Kartika tiba-tiba dengan muka pucat memerah akibat demam. Aku tidak yakin kesadarannya benar-benar penuh malam ini.
Dibawah lindungan langit malam yang menghitam, dikelilingi dinding suara yang bising pertanda kota Jakarta belum tidur, aku berdoa semoga anggota kelompokku baik-baik saja.
Aku tidaklah penting, yang penting mereka. Semoga tetap sehat.
Jakarta, 8 Januari 2014
McDonalds Plaza Festival
Satu pemikiran pada “Cerita Singkat: Imut-Imut Jalang”